Pada bulan April 2014 masyarakat Indonesia akan kembali merayakan
pesta demokrasi, pesta demokrasi yang dapat dinikmati oleh seluruh rakyat
Indonesia pascahegemoni orde baru. Tahun 2014 tentu menjadi harapan bagi masyarakat
Indonesia untuk untuk memilih pemimpin-pemimpin baru dalam menuntaskan kinerja
pemerintah saat ini. Pemimpin yang tidak hanya pintar memberikan janji-janji
manis akan perubahan dan obral rencana untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,
akan tetapi, pemilu 2014 diharapkan menjadi momentum untuk memilih pemimpin
yang memiliki komitmen kuat untuk menuntaskan permasalahan-permasalahan bangsa
yang saat ini belum terselesaikan secara maksimal.
Namun demikian, masih terbesit dipikiran masyarakat munginkah
pemilu 2014 akan benar-benar melahirkan pemimpin yang amanah, sesuai konsep
demokrasi (dari, oleh, dan untuk rakyat) atau akan tetap menjadi konsep umum
yang hanya menjadi harapan dan cita-cita perubahan bahkan tutup usia menjadi
kenangan. Mengutip perkataan Surya Paloh pada Pembekalan Calon Legislatif
(Caleg) Partai Nasional Demokrat bahwa saat ini proses demokrasi kental dengan
politik transaksional. Untuk menjadi anggota DPR, Bupati, Gubernur dan Presiden
tidak lepas dari politik transaksional. Imbasnya adalah orientasi menjadi
pemimpin bukan untuk mensejahterakan rakyat, tetapi menguras harta rakyat ditandai
dengan kebingunan saat menjadi pemimpin (demam panggung) dan minimnya
solusi-solusi konkrit yang mampu ditawarkan untuk meringankan beban masyarakat.
Masyarakat Indonesia juga sempat dikagetkan oleh drama politik di
Senayan yang menolak penetapan atau pelantikan Ruhut Sitompul sebagai Ketua
Komisi III di DPR RI. Hal memalukan tersebut tentu akan membuat publik semakin
bertanya-tanya, Apa yang sebenarnya terjadi? Anggota fraksi yang tidak memahami
aturan atau Ruhut Sitompul yang tidak layak menjadi seorang pemimpin?
Dua variabel ini mengindikasikan lemahnya demokrasi di Indonesia.
Ketidakakuran anggota dewan tersebut tentu menjadi preseden buruk bagi citra
DPR dimata publik. Seharusnya masyarakat dicerdaskan dengan bukti-bukti nyata
kinerja positif wakil rakyat, bukan disuguhkan melalui opini-opini pembodohan
politik karya wakil rakyat. Ditambah dengan meningkatnya
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para wakil rakyat tersebut,
seperti, nonton film porno saat sidang, menjual agama untuk nikmat sesaat
(kawin kontrak), hingga tindakan korupsi yang tiap tahun semakin meningkat. Hal
ini tentu akan berdampak negatif pada pemahaman masyarakat terhadap kualitas
kerja eksekutif, legislatif dan yudikatif di Indonesia.
Seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles bahwa Politik adalah
usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Namun,
kiranya hal itu masih jauh panggang dari api tetapi semakin melegalkan teori
tentang negara sekuler yang dikemukakan oleh Agustinus. Menurut Agustinus bahwa
negara sekuler dianggap sebagai penyelewengan oleh para penguasa yang arif dan
bijaksana sehingga kekuasaan bagaikan keangkuhan dengan berbagai kejahatan.
Perkembangan negara sekuler dalam bentuk negara modern dimana penguasa berupaya
untuk menggunakan cara paksa menurut kehendak pribadi.
Kompas.com juga sempat memberitakan bahwa kinerja Dewan Perwakilan
Rakyat mengantongi rapor merah sepanjang tahun 2012. Hal tersebut membuktikan
kinerja lembaga legislatif tidak optimal dalam memperjuangkan aspirasi rakyat.
Indikator buruknya kinerja lembaga legislatif tercermin dari empat aspek, yaitu
kinerja legislasi, anggaran, pengawasan dan Badan Kehormatan. Untuk itu, partai
politik sangat diharapkan mampu melahirkan sosok-sosok pemimpin masa depan yang
tidak hanya pintar bertransaksi pada pemilihan umum 2014, namun juga mampu
menjadi idola masyarakat yang dibuktikan dengan kualitas kerja dan bukti-bukti
nyata bagi pembangunan. Dengan demikian, pascapemilu 2014 rakyat Indonesia
tidak lagi khawatir untuk berjalan ditengah malam, membeli sembako dengan harga
terjangkau dan yang terpenting tidak khawatir uangnya disalah gunakan
(korupsi).
Menggapai cita-cita tersebut tentu tidak dapat dilakukan dalam
kurun waktu singkat. Partai politik harus kembali pada trah dan cita-cita awal
pembentukannya. UUD 1945 telah menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat sebagai aspek penting hak asasi manusia (HAM).
Undang-Undang tentang partai politik pun menuntut agar partai politik dapat
berperan dalam mewujudkan cita-cita masyarakat dalam melahirkan kader-kader
yang memiliki jiwa kepemimpinan matang dan tangguh. Bukan pemimpin-pemimpin
instan tanpa ideologi dan konsep keindonesiaan.
Fungsi partai politik salah satunya adalah sebagai sarana
rekrutmen dan kaderisasi politik. Mencari, mengajak dan membimbing orang agar
aktif dalam kegiatan-kegiatan politik yang berimbas pada perluasan partisipasi
politik. Rekrutmen dan kaderisasi politik bukan hanya menncari dan menyeleksi
orang-orang yang telah piawai dalam berpolitik, namun juga melakukan pendidikan
politik agar kader benar-benar siap berjuang atas nama rakyat.
Hal miris terjadi saat ini bahwa proses kaderisasi atau pendidikan
politik tidak berjalan maksimal, yang berdampak pada kebuntuan partai-partai
politik dalam melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa. Apabila partai politik tidak
mampu menciptakan formulasi khusus dalam menutaskan kebuntuan permasalahan
tersebut, maka dapat dipastikan bahwa Pemilu 2014 hanya akan menjadi ritual
lima tahunan tanpa ada manfaat bagi masyarakat. Maka saatnya bagi bangsa
Indonesia memberikan peluang bagi semua kader bangsa yang bersih untuk dipilih
menjadi pemimpin-pemimpin bangsa dan menghukum perilaku-perilaku tidak terpuji
agar tidak dipilih kembali. Hal ini untuk memberikan harapan bagi masyarakat
agar memanfaatkan momentum Pemilu guna memperbaiki kondisi bangsa melalui
kader-kader terbaik anak bangsa yang bersih untuk mencapai keadaan yang lebih
baik.
Berikut adalah beberapa nama yang akan maju di Pemilu 2014 baik
yang sudah mendeklarasikan dirinya sendiri maupun yang masih diperkirakan akan
maju oleh beberapa orang:
Telah Deklarasi
· Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Golongan Karya (GOLKAR)
· Hary Tanoesoedibjo, Pengusaha Indonesia (berpasangan dengan
Wiranto)
· Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia
dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN)
·
Prabowo Subianto, Mantan Panglima Kostrad dan Calon Wakil
Presiden 2009
·
Sutiyoso, Mantan Gubernur DKI Jakarta
· Wiranto, Mantan Panglima TNI, Calon Presiden 2004, Calon
Wakil Presiden 2009, dan Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA)
Calon Kandidat
·
Agus Martowardojo, Gubernur Bank Indonesia
·
Ani Yudhoyono, Ibu Negara Indonesia
·
Anies Baswedan, Rektor Universitas Paramadina
·
Dahlan Iskan, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
·
Djoko Suyanto, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum,
dan Keamanan
·
Emirsyah Satar, Direktur Utama Garuda Indonesia
·
Endriartono Sutarto, Mantan Panglima TNI
·
Farhat Abbas, Pengacara
·
Gita Wirjawan, Menteri Perdagangan
·
Irman Gusman, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
·
Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta
·
Jusuf Kalla, Mantan Wakil Presiden
·
Megawati Soekarnoputri, Mantan Presiden
·
Mohammad Mahfud, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK)
·
Pramono Edhie Wibowo, Panglima Angkatan Darat
·
Rhoma Irama, Musisi Dangdut dan Aktor
·
Rizal Ramli, ahli ekonomi dan politisi Indonesia
· Sri Mulyani Indrawati, Direktur Pelaksana Bank Dunia, Mantan Menteri Keuangan
·
Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (NASDEM)
Tanggapan:
Belakangan ini petinggi
Negara sering mempertontonkan perdebatan yang sebenarnya tidak terlalu penting
untuk diperdebatkan yang seharusnya bisa menyelesaikan masalah malah
memperburuk suasana. Sebaliknya, perdebatan mereka itu malah memperlihatkan
jeleknya tingkah para petinggi negara yang tempramen, tidak sopan, tidak
beradat. Pemilu juga seperti tidak lagi melahirkan pemimpin yang beradab tapi
malah pemimpin yang jika melakukan kesalahan tidak merasa salah dan berpikiran
hukum di Indonesia dapat dibeli. Seharusnya para koruptor seperti itu dihukum
mati agak ada rasa takut melakukan hal itu. Seharusnya para pemimpin harus
mengutamakan mensejahterakan rakyatnya dengan tanpa adanya maksud lain.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar